Pages

Saturday, October 10, 2009

Jogja Light ON(ly an ineffective?)

Mungkin tulisan ini hanya menarik dibaca oleh orang yang tertarik di dunia transportasi, atau mungkin Anda yang peduli pada transportasi.
Dalam beberapa hari terakhir ini, orang Jogja khususnya yang sering menggunakan sepeda motor pasti menemukan fenomena di mana banyak kendaraan bermotor terutama sepeda motor yang menyalakan lampu kendaraannya di siang hari saat berada di jalan. Apakah ini? Kebijakan baru yang akan diterapkan di Jogja, yaitu pengendara sepeda motor wajib menyalakan lampu depan selama berkendara. Saya berpikir, "Kok aturan jadul ini diterapkan lagi? Bukankah aturan ini sebenarnya sudah lama, seharusnya kalau mau diterapkan sudah dari dulu. kenapa aturan ini baru diterapkan sekarang?"

Ada baiknya kita kembali ke beberapa tahun lalu, jika Anda masih ingat di mana ada aturan bagi pengendara kendaraan luar kota agar menyalakan lampunya meski di siang hari. Ya, kebijakan yang waktu itu saya anggap sebagai solusi yang cukup cerdas. Saya sendiri di waktu itu cukup sering bolak balik Jogja-Cilacap dan salah satu dari sebagian pengendara yang mematuhi aturan itu. Aturan tersebut cukup efektif. Sebuah penelitan mengindikasikan bahwa terjadi pengurangan jumlah kecelakaan sampai 30% sejak diterapkannya sistem 'light on' tersebut. Well, angka tersebut menunjukkan bahwa adanya keefektifan yang tinggi dari penerapan kebijakan tersebut. Beberapa waktu belum lama ini Kota Surabaya pun memberlakukan regulasi serupa. Bisa dilihat waktu itu respon masyarakat cukup antusias akan adanya aturan baru ini.

Nah, sekarang kota Yogyakarta mencoba menerapkan aturan yang sebenarnya sudah lama ditemukan ini. Menurut saya ini menarik untuk dicermati. Kota Jogja tidak termasuk kategori "luar kota". Luas kota Jogja juga masih lebih kecil daripada Surabaya. Bahkan kondisi lalu lintas di Jogja dan Surabaya sangat berbeda jauh. Ada beberapa hal yang perlu dikoreksi mengenai kebijakan ini.

Memahami PIEV
Dalam sistem transportasi, dikenal istilah jarak pandangan. Jarak pandangan adalah panjang bagian jalan di depan pengendara yang masih dapat dilihat dengan jelas, diukur dari titik kedudukan pengendara tersebut (Suprapto, 1999). Jarak pandangan sangat penting dalam pengaturan sistem transportasi karena begitu mempengaruhi faktor keselamatan pengguna jalan. Salah satu faktor yang mempengaruhi jarak pandang yang diperlukan adalah waktu sadar dan reaksi pengendara. Manusia akan beraksi setalah dia menerima rangsangan. Waktu yang diperlukan itulah yang dinamakan waktu telaah. Waktu telaah meliputi tahapan: perception, intelection, emotion, dan volition (PIEV) (Suprapto, 1999).

Perception: pengendara perlu waktu untuk mencerna/menelaah rangsangan-rangsangan yang diterima baik yang melalui mata, telinga, maupun badan.
Intelection: waktu penelaahan terhadap rangsangan yang diterima.
Emotion: proes penanggapan terhadap rangsangan yang sangat dipengaruhi oleh emosi seseorang.
Volition: kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan pertimbangan yang dimiliki.

Selain itu faktor yang mempengaruhi jarak pandangan dipengaruhi pula oleh waktu yang diperlukan untuk menghindari keadaan bahaya dan kecepatan kendaraan.

Tentu merupakan hal yang sudah umum diketahui, bahwa penyalaan lampu di malam hari adalah untuk menambah jarak pandangan, dan hal tersebut tidak perlu diperdebatkan. Lalu apa guna penyalaan lampu di siang hari? Salah satu faktor PIEV di atas adalah perception. Waktu perception (Tp) sangat dipengaruhi oleh panca indera yang dimiliki manusia. Dalam hal ini penyalaan lampu akan berpengaruh pada indera penglihatan. Cahaya yang ditangkap oleh mata akan meningkatkan tingkat kewaspadaan. Tingkat kewaspadaan akan mengurangi Tp dan membuat manusia bereaksi lebih cepat. Oke, dalam hal ini, sistem light on bisa dianggap cukup efektif. Hanya ada satu kontra produktif, seperti yang telah ditulis di atas. Jogja bukan luar kota, Jogja bukan Surabaya.

Kecepatan
Di luar kota kendaraan melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Semakin tinggi kecepatan semakin besar pula jarak pandangan yang dibutuhkan. Waktu reaksi yang dibutuhkan juga semakin cepat untuk menghindari accident. Di Jogja, kecepatan kendaraan di dalam kota berdasarkan pengalaman dan survey, hanya berkisar antara 40-70km/jam. Itupun masih ditambah banyaknya traffic light di setiap pesimpangan jalan besar. Kecepatan sedang dan hampir tidak ada ruas yang panjang untuk memacu kecepatan, merupakan sebuah automatic-help yang patut disyukuri bagi kota Jogja untuk membatasi kecepatan maksimum kendaraan. Di tingkat kecepatan yang tidak tinggi, jarak pandangan yang dibutuhkan juga tidak terlalu banyak. Dalam hal ini, penggunaan sistem Light-On akan tidak efektif.

Model tubrukan
Kecelakaan yang banyak terjadi di dalam kota adalah kecelakaan 1 arah. Artinya, kecelekaan yang melibatkan kendaraan-kendaraan yang menuju ke arah yang sama. Berbeda dengan di luar kota yang kebanyakan diisi kendaraan berkecepatan tinggi dan jumlah jalur yang ada hanya 2 (masing-masing satu untuk satu arah), kondisi ruas jalan di Jogja banyak yang terdiri lebih dari 2 jalur. Di luar kota model penyiapan (penyusulan kendaraan lain) banyak yang memakai jalur untuk arah yang berlawanan, sehingga perlu dipastikan apakah ada kendaraan lain atau tidak di jalur itu. Di dalam kota, penyiapan bisa menggunakan jalur untuk arah yang sama, sehingga kurang begitu diperlukan untuk memastikan kondisi jalur untuk kendaraan yang berlawanan arah. Tidak jarang pula ruas jalan yang sudah dilengkapi dengan median, sehingga memastikan tidak adanya kendaraan yang masuk ke jalur lawan. Posisi lampu, yang berada di depan kendaraan, tentu tidak terlalu efektif untuk kondisi ini. Untuk kendaraan baik mobil mapupun motor masih cukup dengan menyalakan lampu sen atau dikenal istilahnya lampu 'riting' ketika akan menyusul/menyiap agar kendaraan dari arah lawan bisa lebih waspada.

Biaya operasional
Penyalaan lampu di siang hari tanpa disadari akan menambah biaya operasional kendaraan. Biaya pemelihraan dan penggantian lampu juga akan bertambah jika lampu sering digunakan. Tentunya tanpa mengabaikan faktor keselamatan, diperlukan langkah-langkah untuk menemukan solusi yang paling pas buat kota Jogja tersebut. Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat seyogyanya digunakan untuk membuat sistem yang mengelola kondisi lalu lintas agar lebih aman dan lebih baik. Penertiban reklame-reklame, pembuatan median khususnya di ruas jalan yang ramai, dan berbagai solusi lainnya yang bisa dicari. Apakah perlu masyarakat yang sudah membayar pajak, dikenakan lagi tambahan biaya operasional kendaraan?

Penutup
Tidak ada maksud apapun dari penulis untuk memprovokasi atau menentang aturan yang sudah atau akan ditetapkan. Penulis juga masih amatiran yang mencoba untuk memberikan pandangan yang berbeda tentang aturan yang akan dilaksakan di kotanya. Penulis berpendapat bahwa mengubah sistem yang ada adalah tugas sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih, tentunya yang dimiliki oleh kota Jogja. Aturan yang ada harus dilaksanakan, karena ada pepatah di mana tanah dipijak di sana bumi dijunjung.

5 comments:

  1. Saya senang dengan orang yang kalo berbicara tentang sesuatu yang bersifat teknis dengan disertai data/referensi/buku/dll. Jadi tidak masalah setuju atau tidak,tetapi menunjukkan orang tersebut tidak asal ngomong.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih bung atas tanggapannya.. mohon kritikan jika ada yang kurang berkenan atau kurang pas dengan realita, karena saya juga hanya menuliskan apa yang saya ketahui..

    ReplyDelete
  3. saya setuju dengan pendapat anda...

    ReplyDelete
  4. kebetulan saya skripsi ngambil judul sosialisasi LIGHT ON di Jogjakarta...

    ReplyDelete
  5. o iya? bagus sekali itu pak.. saya harap kita bisa berdiskusi kapan-kapan :)

    ReplyDelete

free counters